Belajar Bahasa Indonesia Sambil Bermain


Ketika mata pelajaran bahasa Indonesia berada pada jam terakhir dalam sebuah jadwal pelajaran, banyak guru bahasa Indonesia yang mengeluh dan meminta jadwal tersebut berganti dengan mata pelajaran lain. Hal ini terjadi karena menurut mereka siswa tidak bersemangat dalam belajar, dan rata-rata siswa terlihat bosan ketika PBM berjalan. Pada pembahasan ini akan diuraikan metode permainan untuk keterampilan berbicara dalam aspek bahasa. Adapun jenis-jenis metode permainan tersebut adalah sebagai berikut.
1)   Permainan Teka-teki
Arief dan Munaf (2003:234) mengatakan bahwa cara menampikan permainan teka-teki (riddles) yaitu siswa menampilkan suatu  teka-teki, siswa yang lain menerka (kalau bisa dengan kalimat). Jika ada siswa yang cepat menjawab teka-teki dari temannya maka ia akan tampil untuk menggantikan temannya tersebut. Bahan yang diperlukan kertas/kartu yang berisikan sejumlah teka-teki.
Arief dan Munaf (2003:250) mengemukakan bahwa permainan teka-teki merupakan salah satu permainan untuk aspek berbicara, dan tergolong dalam permainan menerka. Dalam permainan ini peserta didik diajak bermain teka-teki, dalam rangka berlatih berani berbicara. Pada tahap awal sebaiknya guru memberikan sebuah teka-teki, sedangkan guru sebagai pengawas dan pembimbing mereka. Namun perlu diingat, dalam permainan ini diusahakan teka-teki yang ditampilkan adalah teka-teki pilihan. Maksudnya teka-teki yang sesuai dengan tingkat kemampuan/ kecerdasan murid serta memenuhi tata kesopanan.
Teka-teki dari permainan pikiran memberikan manfaat yang besar untuk anak-anak. Teka-teki adalah kegiatan besar bagi anak dari segala usia. Tidak hanya mendorong penggunaan logika dan keterampilan pemecahan masalah, hal itu juga mengembangkan kekuatan otak dan memperkenalkan keterampilan matematika dasar untuk anak-anak usia yang sangat muda. Fokus yang diperlukan oleh anak-anak untuk memecahkan teka-teki mental memberikan kontribusi terhadap perkembangan anak-anak konsentrasi, kesabaran dan rentang perhatian.
Anak juga mendapat kepuasan dari menyelesaikan sebuah teka teki mereka sendiri, yang dapat mengakibatkan lebih percaya diri dalam mematematika (yang tentu saja berarti yang lebih mudah dan lebih menyenangkan waktu di sekolah). Permainan teka-teki cocok untuk anak-anak dari segala usia. Namun, penting bahwa anak-anak diberikan teka-teki yang cocok untuk mereka sendiri atau tingkat usia. Anak-anak dengan cepat menjadi frustrasi dan berkecil hati jika teka-teki terlalu keras. Teka-teki biasa digunakan oloeh anak-anak baik di rumah maupun di kelas. Penggunaan benar-benar  hanya dibatasi oleh imajinasi. Brooke Watson menggunakan teka-teki untukanak-anak untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pemikiran logis dan kreativitas sementara mereka bersenang-senang.

(a)     Indakor Penilaian *
1)      Lafal dan Intonasi
2)      Kosakata/Diksi
3)      Struktur/Gramatika
4)      Isi Pembicaraan
5)      Kelancaran dan Ketepatan
6)      Pemahaman

Keterangan * Þ lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan

(b)     Peranan Guru dalam Permainan Teka-teki

Dalam pembelajaran bahasa khususnya berbicara menggunakan model yang menuntut siswa berpartisipasi secara aktif, peranan guru sangat minimal. Guru tidak lagi menjadi sumber pengetahuan bagi siswa, yang sepanjang jam pelajaran berceramah menumpahkan pengetahuan untuk siswanya. Guru hanyalah menjadi fasilitator yang mengatur dan menjaga agar pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan dan mencapai tujuan pembelajaran.
Sehubungan dengan model pembelajaran teka-teki, peranan guru dalam pembelajaran dibagi atas empat bagian (Bruce Joyce dan Sukmadewi, 2003:13). Keempat peranan dimaksud yaitu: (1) memberikan penjelasan (explaining), (2) pengawasan (controlling), (3) pembinaan (coaching), dan (4) diskusi (discussion). Keempat peranan guru tersebut dijelaskan di bawah ini.
(1)     Memberikan penjelasan
Memberikan penjelasan yang dimaksud disini, bukanlah menjelaskan materi pelajaran, tetapi penjelasan yang dimaksud adalah memberikan siswa penjelasan tentang aturan-aturan permainan yang akan digunakan siswa dalam permainan teka-teki. Dalam belajar, siswa memerlukan pengertian terhadap aturan-aturan yang digunakan dalam permainan teka-teki.
(2)     Pengawasan
Sebelum pelaksanaan pembelajaran, guru perlu menyiapkan siswa, apakah perlu mengelompokkan atau tidak, alat dan bahan pelajaran apa saja yang diperlukan. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru mempunyai tugas kontrol jalannya proses belajar mengajar agar berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Guru mengawasi bagaimana aturan-aturan dalam permainan teka-teki diikuti oleh siswa.
(3)     Pembinaan
Guru berperan sebagai pembina dalam permainan teka-teki, memberikan beberapa saran jika diperlukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih baik. Mengeksploitasi seoptimal mungkim pembelajaran menggunakan model permainan teka-teki agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi siswa.

(4)     Diskusi
Setelah proses pembelajaran yang menggunakan metode bermain teka-teki, diperlukan adanya suatu diskusi tentang permainan teka-teki dan hubungan dengan dunia nyata. Termasuk juga kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selama pelaksanaan pembelajaran dengan metode bermain teka-teki. 

(c)       Manfaat Permainan Teka-teki
Selain disukai oleh siswa, permainan teka-teki juga dapat meningkatkan kecerdasan siswa. Menurut Efriyeni Djuwita, M.Si dalam artikelnya (http://www.tabloid-nikita.com/artikel.php3), terdapat empat manfaat teka-teki yaitu:
(1)   Mengasah daya ingat, karena setiap teka-teki yang dibacakan siswa akan menyimpan di kepalanya, untuk kemudian dicocokkan dengan petunjuk yang ada. Dengan demikian anak akan menemukan kosa kata baru yang belum dikuasainya, sehingga wawasan anak semakin kaya, serta kosa katanya pun bertambah banyak.
(2)   Anak belajar mengklarifikasikan, saat disebutkan sebuah teka-teki maka anak akan membentuk pemikirannya masing-masing sesuai dengan pengalaman yang ia alami. Dengan kegiatan mengklarifikasikan ini anak akan mudah menata ribuan kosa katanya yang dikuasainya.
(3)   Menghibur, karena permainan teka-teki ini biasa mengakrabkan hubungan anak dengan teman dan juga guru.

2)   Permainan Simulasi
Permainan simulasi merupakan gabungan antara bermain dan berdiskusi. Bermain dan diskusi di sini dilaksanakan dalam kelompok. Oleh karena itu, permainan merupakan suatu kegiatan kelompok. Sebagai suatu metode, maka pola dasar permainan simulasi adalah berikut ini.
a)      Ada kelompok belajar atau kelompok siswa yang akan melaksanakan kegiatan permainan simulasi yang terdiri atas 10-15 orang. Jika dalam keadaan terpaksa, bisa dilaksanakan kurang atau lebih dari jumlah tersebut.
b)      Setiap warga belajar (siswa) yang mengikuti permainan simulasi tersebut dinamakan peserta. Dari seluruh peserta ini, dapat dibagi-bagi penamaannya dalam kelompok itu, yakni ada yang dinamakan fasilitator, pemain, peneliti, pemegang peran, dan penonton.
c)      Permainan simulasi mempunyai alat permainan yang disebut beberan lengkap dengan gaco dan alat penentu langkah, kartu berwarna, buku pegangan fasilitator, buku catatan fasilitator. Beberan berupa kertas manila yang dibentangkan sebagai media permainan. Pesan-pesan permainan dituliskan pada beberan dan pada katu berwarna.
d)     Bermain dan berdiskusi dilaksanakan berdasarkan aturan main dan menurut pesan-pesan yang ada dalam beberan atau kartu berwarna. Pada akhir permainan dibuatkan simpulan oleh fasilitator sebagai hasil simpulan diskusi. (Tim BP7 Pusat, 1985:12-13)

(a)   Indakor Penilaian *
1)      Lafal dan Intonasi
2)      Kosakata/Diksi
3)      Struktur/Gramatika
4)      Isi Pembicaraan
5)      Kelancaran dan Ketepatan
6)      Pemahaman

Keterangan * Þ lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan

(b)   Peranan Guru dalam Permainan Simulasi
Dalam pembelajaran menggunakan model yang menuntut siswa berpartisipasi secara aktif, peranan guru sangat minimal. Guru tidak lagi menjadi sumber pengetahuan bagi siswa, yang sepanjang jam pelajaran berceramah menumpahkan pengetahuan untuk siswanya. Guru hanyalah menjadi fasilitator yang mengatur dan menjaga agar pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan dan mencapai tujuan pembelajaran.
Sehubungan dengan model pembelajaran simulasi, peranan guru dalam pembelajaran dibagi atas empat bagian (Bruce Joyce dalam Sukmadewi, 2003:13). Keempat peranan dimaksud yaitu: (1) memberikan penjelasan (explaining), (2) pengawasan (controlling), (3) pembinaan (coaching), dan (4) diskusi (discussion). Keempat peranan guru tersebut dijelaskan di bawah ini.
(1)   Memberikan Penjelasan
Memberikan penjelasan yang dimaksud di sini, bukanlah menjelaskan materi pelajaran, tetapi penjelasan yang dimaksud adalah memberikan siswa penjelasan tentang aturan-aturan permainan yang akan digunakan siswa dalam permainan simulasi. Dalam belajar simulasi, siswa memerlukan pengertian terhadap aturan-aturan yang digunakan dalam simulasi.
(2)   Pengawasan
Sebelum pelaksanaan simulasi, guru perlu menyiapkan siswa, apakah perlu pengelompokan atau tidak, alat dan bahan pelajaran apa saja yang diperlukan. Dalam pelaksanaan simulasi, guru mempunyai tugas mengontrol jalannya simulasi agar berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Guru mengawasi bagaimana aturan-aturan dalam permainan simulasi diikuti oleh siswa.
(3)   Pembinaan
Guru berperanan sebagai pembina dalam permainan simulasi, memberikan beberapa saran jika diperlukan agar simulasi dapat berjalan dengan lebih baik. Mengeksploitasi seoptimal mungkin pembelajaran menggunakan model permainan simulasi agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi siswa.

(4)   Diskusi
Setelah proses pembelajaran yang menggunakan model permainan simulasi, diperlukan adanya suatu diskusi tentang permainan simulasi dan hubungannya dengan dunia nyata. Termasuk juga kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selama pelaksanaan simulasi.

(c)    Manfaat Permainan Simulasi
Simulasi sebagai metode mengajar bertujuan:
1)      melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
2)      memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,
3)      melatih memecahkan masalah,
4)      meningkatkan keaktifan belajar dengan melibatkan siswa dalam memelajari situasi yang hampir serupa dengan kejadian yang sebenarnya,
5)      memberikan motivasi belajar kepada siswa,
6)      melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
7)      menumbuhkan daya kreatif siswa, melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi. (Sudjana, 1989: 89-90)

3)   Permainan Sambung Suku
Permainan ini dapat dilakukan baik secara lisan maupun secara tertulis. Peningkatan penguasaan kosa kata adalah target dari permainan ini. Jika permainan ini dilakukan secara tertulis, maka dapat memahirkan ejaan siswa terutama dalam hal pemenggalan kata. Guru dapat memberikan ketentuan atau peraturan lain yang memiliki tingkat kesukaran lebih, untuk sasaran yang lebih tinggi. Misalnya kata yang dipakai harus kata benda, harus bersuku tiga, tidak boleh nama orang, dan lain-lain.
Kelas dibagi menjadi 2 – 3 kelompok. Guru menuliskan kata yang berbeda untuk setiap kelompok di papan tulis. Pemain tiap kelompok secara bergantian menyambung suku kata dari kata pemain sebelumnya. Permainan ini dapat diakhiri dengan batas waktu atau sampai kelompok tidak bisa lagi .
Contoh sambung suku kata :
Bakso – sodadari – rima – mati – tisu – suka – kaku – kuda – datang – tangga – gali – lima – mata – tahu – hutan – tandu – dulu – lupa – padi – diri – ri ......, dan seterusnya.

Termasuk kesalahan adalah apabila ejaan tidak sesuai dengan ejaan  bahasa Indonesia yang disempurnakan. Misal :  gajah – jahat - ..... salah  karena pemenggalan dari jahat adalah ja – hat dan bukah jah – at. (Trisuyoto, 2003: 44-45)

(a)   Indakor Penilaian*
1)      Lafal
2)      Kosakata/Diksi
3)      Kelancaran/Ketepatan
4)      Intonasi
5)      Isi pembicaraan

Keterangan * Þ lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan

(b)   Peranan Guru dalam Permainan Sambung Suku
Peranan guru di sini sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan simulasi, yaitu:
(1)   Memberikan Penjelasan                    (3) Pembinaan
(2)   Pengawasan                                      (4) Diskusi

(c)    Manfaat Permainan Sambung Suku
1)      meningkatkan keaktifan belajar
2)      memberikan motivasi belajar kepada siswa,
3)      melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
4)      melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,

4)   Permainan Rantai Kata
Permainan ini tidak jauh berbeda dengan sambung suku. Perbedaannya adalah pada rantai kata yang harus disambung adalah kata, bukan suku kata. Rantai kata  bisa menghasilkan kelompok kata (frasa) atau kalimat.
Permainan ini dapat dilaksanakan secara lisan maupun tertulis. Jika ketrampilan berbicara yang dikehendaki, maka pelaksanaannya secara lisan. Tetapi jika ketrampilan menulis yang diharapkan maka dilakukan dengan tertulis. Permainan ini dapat diakhiri dengan batas waktu, atau sampai kelompok tidak bisa lagi menyambung kata.

Contoh rantai kata yang berupa frase :
Rumah sakit – sakit mata – mata rabun – rabun senja – senja hari – hari Minggu – Minggu malam – malam sunyi – sunyi senyap–senyap sekali–sekali waktu – waktu pulang – pulang kandang – kandang kuda – kuda pacu – pacu terus – terus ......, dan seterusnya.

Contoh rantai kata yang berupa kalimat.
Ayah mencuci mobil
mobil melaju cepat
cepat kaki ringan tangan
tangan kananku tak kuat mengangkat batu
batu kali keras sekali
sekali waktu datanglah ke rumahku
rumahku ada di pinggir pantai
pantai teluk penyu sangat kotor. ....., dan seterusnya.

Permainan sambung kata juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam membuat kalimat yang komplek, dan tidak klasik. (Zamroni, 2000:32-33)

Peranan guru di sini sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan simulasi.

(a)   Indakor Penilaian*
1)      Lafal
2)      Kosakata/Diksi
3)      Kelancaran/Ketepatan
4)      Intonasi
5)      Isi pembicaraan

Keterangan * Þ lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan

(b)   Peranan Guru dalam Permainan Sambung Suku
Peranan guru di sini sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan simulasi, yaitu:
(1)   Memberikan Penjelasan                    (3) Pembinaan
(2)   Pengawasan                                      (4) Diskusi

(c)    Manfaat Permainan Sambung Suku
1)      meningkatkan keaktifan belajar
2)      memberikan motivasi belajar kepada siswa,
3)      melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
4)      melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
 


5)   Permainan Karikatur Humor
Karikatur humor adalah humor yang dibuat dalam bentuk gambar karitur lucu. Karikatur humor ini, baik yang memakai kata-kata maupun tidak. Jika dipandang atau dlihat ia akan menggelitik kita untuk tertawa. Semakin tinggi tingkat kelucuannya, maka semakin berlomba siswa untuk menyampaikan pendapatnya tentang gambar yang diperlihatkan karena semakin menambah imajinasi siswa. Selain itu, karikatur humor ini mampu mengurangi rasa bosan dan stres dikalangan siswa. (Darmasyah, 2010: 140-144)
Contoh:
Perhatikan gambar di bawah ini! Setelah itu ceritakanlah apa yang terjadi dalam gambar tersebut!


(a)     Indakor Penilaian*
1)      Lafal dan Intonasi
2)      Kosakata/Diksi
3)      Struktur/Gramatika
4)      Isi pembicaraan
5)      Kelancaran/Ketepatan
6)      Pemahaman
Keterangan * Þ lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan
(b)     Peranan Guru dalam Permainan Sambung Suku
Peranan guru di sini sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan simulasi, yaitu:
(1)   Memberikan Penjelasan                    (3) Pembinaan
(2)   Pengawasan                                      (4) Diskusi

(c)      Manfaat Permainan Sambung Suku
1)      meningkatkan keaktifan belajar
2)      memberikan motivasi belajar kepada siswa,
3)      melatih siswa untuk berani mengungkapkan pendapat,
4)      melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
5)      memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip
6)      menumbuhkan daya kreatif siswa,

Tabel Format  Penilaian Keterampilan Berbicara

No
  Siswa
Aspek Penilaian
Skor
Nilai
Lafal dan
intonasi
Kosakata/diksi
Struktur/
gramatika
Isi pembicaraan
Kelancaran dan ketepatan
Pemahaman
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5


1

































2

































3

































4

































5

































6

































7



































Cara kerja
1)      Memberikan tanda cek (Ö) pada kolom skala nilai yang dianggap cocok
2)      Pemberian skala nilai yaitu berdasarkan skala 5, sesuai dengan kriteria penilaian metode bermain teka-teki dalam pengujian kemampuan berbicara yaitu skala nilai 1 = sangat tidak baik, 2 = tidak baik, 3 = agak baik, 4 = baik, 5 = sangat baik
Agar penilaian masing-masing aspek keterampilan berbicara dengan metode bermain teka-teki, dilaksanakan dengan  teliti, terpercaya, objektif maka dibuatlah deskrisi kriteria dari setiap aspek dengan skala 5. Kriteria setiap aspek tersebut menurut Suhendar dan Pien Supinah (1997:22-23) adalah sebagai berikut:
a)      Lafal
1  =  jika terdapat kesalahan fatal dan intonasi yang membuat tuturan siswa tidak seperti tuturan bahasa Indonesia atau dipengaruhi oleh bahasa asing atau daerah.
2  =   jika terdapat 3 kesalahan lafal atau intonasi
3  =   jika terdapat 2 kesalahan lafal dan intonasi dalam tuturan siswa tetapi secara keseluruhan masih dapat diterima
4  =   jika terdapat 1 kesalahan lafal dan intonasi dalam tuturan siswa namun sudah dapat diterima
5  =   lafal setiap bunyi bahasa bersih, jelas, tidak ada pengaruh lafal bahasa asing atau daerah

b)      Kosakata/diksi
1  =   jika terdapat 4 atau lebih penggunaan kata yang tidak tepat
2  =   jika terdapat 3 penggunaan kata yang tidak tepat
3  =   jika terdapat 2 penggunaan kata yang tidak tepat tetapi cukup baik hanya kurang bervariasi
4  =   jika terdapat 1 penggunaan kata yang tidak tepat, tetapi tidak menganggu
5  =   jika semua penggunaan kata sudah tepat dan bervariasi, sesuai dengan situasi, dan kondisi dan status pendengar sehingga tidak terdengar kejanggalan

c)      Struktur bahasa/gramatika
1  =   jika terdapat 4 atau lebih struktur kalimat yang salah
2  =   jika terdapat 3 kesalahan struktur bahasa
3  =   jika terdapat 2 kesalahan struktur bahasa
4  =   jika terdapat 1 kesalahan struktur bahasa, tetapi penggunaan struktur bahasa secara umum telah cermat
5  =   jika penggunaan struktur bahasa sudah cermat dan tidak ada lagi struktur kalimat yang salah

d)     Isi pembicaraan
1  =   jika alur ceritanya tidak jelas sehingga pendengar tidak mengerti dengan isi cerita yang diucapkan
2  =   jika alur cerita yang diucapkan kurang jelas
3  =   jika alur cerita sudah jelas meski kurang runtun
4  =   jika alur cerita jelas dan runtun
5  =   jika alur cerita sangat baik dan runtun

e)      Kelancara dan ketepatan
1  =   jika terdapat 4 atau kesalahan bertutur karena terlalu banyak diam dan gugup
2  =   jika terdapat 3 kesalahan bertutur karena terlalu gugup dan umumnya pembicaraan tersendat-sendat
3  =   jika terdapat 2 kesalahan karena gugup yang menyebabkan pembicaraan agak tersendat tetapi cukup lancar meskipun kadang-kadang berhenti
4  =   jika terdapat 1 kesalahan bertutur karena gugup sehingga sedikit mempengaruhi pembicaraan tetapi sudah dapat dikatakan lancar tetapi tanpa berhenti
5  =   jika semua pembicaraan sangat lancar dan komunikatif

f)       Pemahaman
1  =   jika pendengar tidak mampu memahami keseluruhan maksud cerita yang dituturkan
2  =   jika pendengar kurang mampu memahami topik sehingga apa yang diceritakan tidak jelas
3  =   jika pendengar cukup mampu memahami sebagian cerita walaupun masih banyak yang tidak paham terhadap apa yang diceritakan
4  =   jika pendengar bisa memahami maksud tuturan meskipun masih ada sedikit yang masih paham
5 = jika pendengar dapat memahami maksud keseluruhan tuturan tanpa kesulitan

Untuk mengubah skor menjadi nilai ini Abdulrahman dan Elya Ratna (2003;262) mengatakan dapat menggunakan rumus presentasi sebagai berikut:
 Keterangan:
N       = tingkat penguasaan
SM    = skor yang diperoleh
SI      = skor yang harus tercapai dalam satu tes
Smax = skala yang digunakan

Daftar Pustaka
Abdurrahman dan Ellya Ratna. 2003. Eavaluasi Pembelajaran Bahasa” Buku Ajar. Padang: FBSS UNP.

Arief, Ermawati dan Yarni Munaf. 2003. “Pengajaran Keterampilan Berbicara” Buku Ajar. Padang: FBSS UNP.

Arman, Agung. 1989. “Laporan Program Pembelajaran Pendidikan Kader” (Materi Retorika). Tidak Diterbitkan IKIP Gunungsari Baru Ujung Pandang: Ujung Pandang.

Bukian, Putu Ardana. 2004. Metode Pengajaran Berbicara di Kelas VI Sekolah Dasar No.6 Bungkulan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Skripsi. (Tidak diterabitkan). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Darmasyah. 2010. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta: Bumi Aksara.

Karolina, Yoca. 2001. Strategi Guru dalam Mengajarkan Keterampilan Berbicara pada Siswa SLTP di Singaraja. Skripsi. (Tidak diterbitkan). IKIP N Singaraja.

Mas’ud, Lalu. 2005. Penerapan Pendekatan Komunikatif-Integratif dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara II Suatu Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara. (Mahasiswa Semester II Program Studi PBSID STKIP Hamzanwadi Selong Tahun Akademik 2003/2004). Thesis. Singaraja. IKIP Negeri Singaraja. Program Pasca Sarjana.

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Suhendar dan Pien Supinah. 1997. Pengajaran dan Ujian Keteram pilan Menyimak dan Keterampilan Berbicara

SEMOGA BERMANFAAT :) :)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Belajar Bahasa Indonesia Sambil Bermain"

Post a Comment