Ketika mata pelajaran bahasa Indonesia berada pada jam terakhir dalam sebuah jadwal pelajaran, banyak guru bahasa Indonesia yang mengeluh dan meminta jadwal tersebut berganti dengan mata pelajaran lain. Hal ini terjadi karena menurut mereka siswa tidak bersemangat dalam belajar, dan rata-rata siswa terlihat bosan ketika PBM berjalan. Pada
pembahasan ini akan diuraikan metode permainan untuk keterampilan berbicara
dalam aspek bahasa. Adapun jenis-jenis metode permainan tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Permainan Teka-teki
Arief
dan Munaf (2003:234) mengatakan bahwa cara menampikan permainan teka-teki (riddles) yaitu siswa menampilkan
suatu teka-teki, siswa yang lain menerka
(kalau bisa dengan kalimat). Jika ada siswa yang cepat menjawab teka-teki dari
temannya maka ia akan tampil untuk menggantikan temannya tersebut. Bahan yang
diperlukan kertas/kartu yang berisikan sejumlah teka-teki.
Arief
dan Munaf (2003:250) mengemukakan bahwa permainan teka-teki merupakan salah satu
permainan untuk aspek berbicara, dan tergolong dalam permainan menerka. Dalam
permainan ini peserta didik diajak bermain teka-teki, dalam rangka berlatih
berani berbicara. Pada tahap awal sebaiknya guru memberikan sebuah teka-teki,
sedangkan guru sebagai pengawas dan pembimbing mereka. Namun perlu diingat,
dalam permainan ini diusahakan teka-teki yang ditampilkan adalah teka-teki
pilihan. Maksudnya teka-teki yang sesuai dengan tingkat kemampuan/ kecerdasan
murid serta memenuhi tata kesopanan.
Teka-teki
dari permainan pikiran memberikan manfaat yang besar untuk anak-anak. Teka-teki
adalah kegiatan besar bagi anak dari segala usia. Tidak hanya mendorong
penggunaan logika dan keterampilan pemecahan masalah, hal itu juga
mengembangkan kekuatan otak dan memperkenalkan keterampilan matematika dasar
untuk anak-anak usia yang sangat muda. Fokus yang diperlukan oleh anak-anak
untuk memecahkan teka-teki mental memberikan kontribusi terhadap perkembangan
anak-anak konsentrasi, kesabaran dan rentang perhatian.
Anak
juga mendapat kepuasan dari menyelesaikan sebuah teka teki mereka sendiri, yang
dapat mengakibatkan lebih percaya diri dalam mematematika (yang tentu saja
berarti yang lebih mudah dan lebih menyenangkan waktu di sekolah). Permainan
teka-teki cocok untuk anak-anak dari segala usia. Namun, penting bahwa
anak-anak diberikan teka-teki yang cocok untuk mereka sendiri atau tingkat
usia. Anak-anak dengan cepat menjadi frustrasi dan berkecil hati jika teka-teki
terlalu keras. Teka-teki biasa digunakan oloeh anak-anak baik di rumah maupun
di kelas. Penggunaan benar-benar hanya
dibatasi oleh imajinasi. Brooke Watson menggunakan teka-teki untukanak-anak
untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pemikiran logis
dan kreativitas sementara mereka bersenang-senang.
(a) Indakor Penilaian *
1)
Lafal dan Intonasi
2)
Kosakata/Diksi
3)
Struktur/Gramatika
4)
Isi Pembicaraan
5)
Kelancaran dan
Ketepatan
6)
Pemahaman
Keterangan
* Þ
lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan
(b) Peranan Guru dalam
Permainan Teka-teki
Dalam
pembelajaran bahasa khususnya berbicara menggunakan model yang menuntut siswa
berpartisipasi secara aktif, peranan guru sangat minimal. Guru tidak lagi
menjadi sumber pengetahuan bagi siswa, yang sepanjang jam pelajaran berceramah
menumpahkan pengetahuan untuk siswanya. Guru hanyalah menjadi fasilitator yang
mengatur dan menjaga agar pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan apa yang
diharapkan dan mencapai tujuan pembelajaran.
Sehubungan
dengan model pembelajaran teka-teki, peranan guru dalam pembelajaran dibagi
atas empat bagian (Bruce Joyce dan Sukmadewi, 2003:13). Keempat peranan
dimaksud yaitu: (1) memberikan penjelasan (explaining),
(2) pengawasan (controlling), (3) pembinaan
(coaching), dan (4) diskusi (discussion).
Keempat peranan guru tersebut dijelaskan di bawah ini.
(1)
Memberikan penjelasan
Memberikan
penjelasan yang dimaksud disini, bukanlah menjelaskan materi pelajaran, tetapi
penjelasan yang dimaksud adalah memberikan siswa penjelasan tentang
aturan-aturan permainan yang akan digunakan siswa dalam permainan teka-teki.
Dalam belajar, siswa memerlukan pengertian terhadap aturan-aturan yang
digunakan dalam permainan teka-teki.
(2)
Pengawasan
Sebelum
pelaksanaan pembelajaran, guru perlu menyiapkan siswa, apakah perlu
mengelompokkan atau tidak, alat dan bahan pelajaran apa saja yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru mempunyai tugas kontrol jalannya proses
belajar mengajar agar berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
disiapkan. Guru mengawasi bagaimana aturan-aturan dalam permainan teka-teki
diikuti oleh siswa.
(3)
Pembinaan
Guru
berperan sebagai pembina dalam permainan teka-teki, memberikan beberapa saran
jika diperlukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih baik.
Mengeksploitasi seoptimal mungkim pembelajaran menggunakan model permainan
teka-teki agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi siswa.
(4)
Diskusi
Setelah
proses pembelajaran yang menggunakan metode bermain teka-teki, diperlukan
adanya suatu diskusi tentang permainan teka-teki dan hubungan dengan dunia
nyata. Termasuk juga kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selama pelaksanaan
pembelajaran dengan metode bermain teka-teki.
(c)
Manfaat
Permainan Teka-teki
Selain
disukai oleh siswa, permainan teka-teki juga dapat meningkatkan kecerdasan
siswa. Menurut Efriyeni Djuwita, M.Si dalam artikelnya (http://www.tabloid-nikita.com/artikel.php3),
terdapat empat manfaat teka-teki yaitu:
(1)
Mengasah daya ingat,
karena setiap teka-teki yang dibacakan siswa akan menyimpan di kepalanya, untuk
kemudian dicocokkan dengan petunjuk yang ada. Dengan demikian anak akan
menemukan kosa kata baru yang belum dikuasainya, sehingga wawasan anak semakin
kaya, serta kosa katanya pun bertambah banyak.
(2)
Anak belajar
mengklarifikasikan, saat disebutkan sebuah teka-teki maka anak akan membentuk
pemikirannya masing-masing sesuai dengan pengalaman yang ia alami. Dengan
kegiatan mengklarifikasikan ini anak akan mudah menata ribuan kosa katanya yang
dikuasainya.
(3)
Menghibur, karena
permainan teka-teki ini biasa mengakrabkan hubungan anak dengan teman dan juga
guru.
2) Permainan Simulasi
Permainan
simulasi merupakan gabungan antara bermain dan berdiskusi. Bermain dan diskusi
di sini dilaksanakan dalam kelompok. Oleh karena itu, permainan merupakan suatu
kegiatan kelompok. Sebagai suatu metode, maka pola dasar permainan simulasi
adalah berikut ini.
a)
Ada kelompok belajar
atau kelompok siswa yang akan melaksanakan kegiatan permainan simulasi yang
terdiri atas 10-15 orang. Jika dalam keadaan terpaksa, bisa dilaksanakan kurang
atau lebih dari jumlah tersebut.
b)
Setiap warga belajar
(siswa) yang mengikuti permainan simulasi tersebut dinamakan peserta. Dari
seluruh peserta ini, dapat dibagi-bagi penamaannya dalam kelompok itu, yakni
ada yang dinamakan fasilitator, pemain, peneliti, pemegang peran, dan penonton.
c)
Permainan simulasi
mempunyai alat permainan yang disebut beberan lengkap dengan gaco dan alat
penentu langkah, kartu berwarna, buku pegangan fasilitator, buku catatan
fasilitator. Beberan berupa kertas manila yang dibentangkan sebagai media
permainan. Pesan-pesan permainan dituliskan pada beberan dan pada katu
berwarna.
d)
Bermain dan berdiskusi
dilaksanakan berdasarkan aturan main dan menurut pesan-pesan yang ada dalam
beberan atau kartu berwarna. Pada akhir permainan dibuatkan simpulan oleh
fasilitator sebagai hasil simpulan diskusi. (Tim BP7 Pusat, 1985:12-13)
(a) Indakor Penilaian *
1)
Lafal dan Intonasi
2)
Kosakata/Diksi
3)
Struktur/Gramatika
4)
Isi Pembicaraan
5)
Kelancaran dan
Ketepatan
6)
Pemahaman
Keterangan
* Þ
lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan
(b) Peranan Guru dalam
Permainan Simulasi
Dalam pembelajaran menggunakan model
yang menuntut siswa berpartisipasi secara aktif, peranan guru sangat minimal.
Guru tidak lagi menjadi sumber pengetahuan bagi siswa, yang sepanjang jam
pelajaran berceramah menumpahkan pengetahuan untuk siswanya. Guru hanyalah
menjadi fasilitator yang mengatur dan menjaga agar pembelajaran dapat
berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan dan mencapai tujuan pembelajaran.
Sehubungan dengan model pembelajaran
simulasi, peranan guru dalam pembelajaran dibagi atas empat bagian (Bruce Joyce
dalam Sukmadewi, 2003:13). Keempat peranan dimaksud yaitu: (1) memberikan
penjelasan (explaining), (2) pengawasan (controlling), (3) pembinaan
(coaching), dan (4) diskusi (discussion). Keempat peranan guru tersebut
dijelaskan di bawah ini.
(1)
Memberikan Penjelasan
Memberikan
penjelasan yang dimaksud di sini, bukanlah menjelaskan materi pelajaran, tetapi
penjelasan yang dimaksud adalah memberikan siswa penjelasan tentang
aturan-aturan permainan yang akan digunakan siswa dalam permainan simulasi.
Dalam belajar simulasi, siswa memerlukan pengertian terhadap aturan-aturan yang
digunakan dalam simulasi.
(2)
Pengawasan
Sebelum
pelaksanaan simulasi, guru perlu menyiapkan siswa, apakah perlu pengelompokan
atau tidak, alat dan bahan pelajaran apa saja yang diperlukan. Dalam
pelaksanaan simulasi, guru mempunyai tugas mengontrol jalannya simulasi agar
berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Guru
mengawasi bagaimana aturan-aturan dalam permainan simulasi diikuti oleh siswa.
(3)
Pembinaan
Guru
berperanan sebagai pembina dalam permainan simulasi, memberikan beberapa saran
jika diperlukan agar simulasi dapat berjalan dengan lebih baik. Mengeksploitasi
seoptimal mungkin pembelajaran menggunakan model permainan simulasi agar
diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi siswa.
(4)
Diskusi
Setelah
proses pembelajaran yang menggunakan model permainan simulasi, diperlukan
adanya suatu diskusi tentang permainan simulasi dan hubungannya dengan dunia
nyata. Termasuk juga kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selama pelaksanaan
simulasi.
(c) Manfaat Permainan
Simulasi
Simulasi sebagai
metode mengajar bertujuan:
1)
melatih keterampilan
tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
2)
memperoleh pemahaman
tentang suatu konsep atau prinsip,
3)
melatih memecahkan
masalah,
4)
meningkatkan keaktifan
belajar dengan melibatkan siswa dalam memelajari situasi yang hampir serupa
dengan kejadian yang sebenarnya,
5)
memberikan motivasi
belajar kepada siswa,
6)
melatih siswa untuk
mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
7)
menumbuhkan daya
kreatif siswa, melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi. (Sudjana,
1989: 89-90)
3)
Permainan Sambung Suku
Permainan ini
dapat dilakukan baik secara lisan maupun secara tertulis. Peningkatan
penguasaan kosa kata adalah target dari permainan ini. Jika permainan ini
dilakukan secara tertulis, maka dapat memahirkan ejaan siswa terutama dalam hal
pemenggalan kata. Guru dapat memberikan ketentuan atau peraturan lain yang
memiliki tingkat kesukaran lebih, untuk sasaran yang lebih tinggi. Misalnya
kata yang dipakai harus kata benda, harus bersuku tiga, tidak boleh nama orang,
dan lain-lain.
Kelas dibagi menjadi 2 – 3 kelompok. Guru menuliskan kata yang berbeda untuk setiap kelompok di papan tulis. Pemain tiap kelompok secara bergantian menyambung suku kata dari kata pemain sebelumnya. Permainan ini dapat diakhiri dengan batas waktu atau sampai kelompok tidak bisa lagi .
Kelas dibagi menjadi 2 – 3 kelompok. Guru menuliskan kata yang berbeda untuk setiap kelompok di papan tulis. Pemain tiap kelompok secara bergantian menyambung suku kata dari kata pemain sebelumnya. Permainan ini dapat diakhiri dengan batas waktu atau sampai kelompok tidak bisa lagi .
Contoh sambung
suku kata :
Bakso
– soda – dari
– rima – mati – tisu – suka – kaku – kuda – datang – tangga – gali – lima –
mata – tahu – hutan – tandu – dulu – lupa – padi – diri – ri ......, dan
seterusnya.
Termasuk kesalahan
adalah apabila ejaan tidak sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan. Misal : gajah – jahat - ..... salah karena
pemenggalan dari jahat adalah ja – hat dan bukah jah – at. (Trisuyoto, 2003:
44-45)
(a) Indakor Penilaian*
1)
Lafal
2)
Kosakata/Diksi
3)
Kelancaran/Ketepatan
4)
Intonasi
5)
Isi pembicaraan
Keterangan
* Þ
lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan
(b) Peranan Guru dalam
Permainan Sambung Suku
Peranan guru di sini
sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan
simulasi, yaitu:
(1)
Memberikan Penjelasan (3) Pembinaan
(2)
Pengawasan (4)
Diskusi
(c) Manfaat Permainan
Sambung Suku
1)
meningkatkan keaktifan
belajar
2)
memberikan motivasi
belajar kepada siswa,
3)
melatih siswa untuk
mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
4)
melatih keterampilan
tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
4) Permainan Rantai Kata
Permainan ini tidak
jauh berbeda dengan sambung suku. Perbedaannya adalah pada rantai kata yang
harus disambung adalah kata, bukan suku kata. Rantai kata bisa
menghasilkan kelompok kata (frasa) atau kalimat.
Permainan ini dapat dilaksanakan secara lisan maupun tertulis. Jika ketrampilan berbicara yang dikehendaki, maka pelaksanaannya secara lisan. Tetapi jika ketrampilan menulis yang diharapkan maka dilakukan dengan tertulis. Permainan ini dapat diakhiri dengan batas waktu, atau sampai kelompok tidak bisa lagi menyambung kata.
Permainan ini dapat dilaksanakan secara lisan maupun tertulis. Jika ketrampilan berbicara yang dikehendaki, maka pelaksanaannya secara lisan. Tetapi jika ketrampilan menulis yang diharapkan maka dilakukan dengan tertulis. Permainan ini dapat diakhiri dengan batas waktu, atau sampai kelompok tidak bisa lagi menyambung kata.
Contoh
rantai kata yang berupa frase :
Rumah
sakit – sakit mata – mata rabun – rabun senja – senja hari – hari Minggu –
Minggu malam – malam sunyi – sunyi senyap–senyap sekali–sekali waktu – waktu
pulang – pulang kandang – kandang kuda – kuda pacu – pacu terus – terus ......,
dan seterusnya.
Contoh
rantai kata yang berupa kalimat.
Ayah
mencuci mobil
mobil
melaju cepat
cepat
kaki ringan tangan
tangan
kananku tak kuat mengangkat batu
batu
kali keras sekali
sekali
waktu datanglah ke rumahku
rumahku
ada di pinggir pantai
pantai
teluk penyu sangat kotor. ....., dan seterusnya.
Permainan
sambung kata juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam membuat
kalimat yang komplek, dan tidak klasik. (Zamroni, 2000:32-33)
Peranan guru di sini
sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan
simulasi.
(a) Indakor Penilaian*
1)
Lafal
2)
Kosakata/Diksi
3)
Kelancaran/Ketepatan
4)
Intonasi
5)
Isi pembicaraan
Keterangan
* Þ
lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan
(b) Peranan Guru dalam
Permainan Sambung Suku
Peranan guru di sini
sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan
simulasi, yaitu:
(1)
Memberikan Penjelasan (3) Pembinaan
(2)
Pengawasan (4)
Diskusi
(c) Manfaat Permainan
Sambung Suku
1)
meningkatkan keaktifan
belajar
2)
memberikan motivasi
belajar kepada siswa,
3)
melatih siswa untuk
mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
4)
melatih keterampilan
tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
5) Permainan Karikatur
Humor
Karikatur humor adalah
humor yang dibuat dalam bentuk gambar karitur lucu. Karikatur humor ini, baik
yang memakai kata-kata maupun tidak. Jika dipandang atau dlihat ia akan
menggelitik kita untuk tertawa. Semakin tinggi tingkat kelucuannya, maka
semakin berlomba siswa untuk menyampaikan pendapatnya tentang gambar yang
diperlihatkan karena semakin menambah imajinasi siswa. Selain itu, karikatur
humor ini mampu mengurangi rasa bosan dan stres dikalangan siswa. (Darmasyah,
2010: 140-144)
Contoh:
Perhatikan gambar di
bawah ini! Setelah itu ceritakanlah apa yang terjadi dalam gambar tersebut!
(a) Indakor Penilaian*
1)
Lafal dan Intonasi
2)
Kosakata/Diksi
3)
Struktur/Gramatika
4)
Isi pembicaraan
5)
Kelancaran/Ketepatan
6)
Pemahaman
Keterangan
* Þ
lihat tabel format penilaiannya setelah pembahasan jenis-jenis permainan
(b) Peranan Guru dalam
Permainan Sambung Suku
Peranan guru di sini
sama halnya dengan peranan guru yang ada pada permainan teka-teki dan permainan
simulasi, yaitu:
(1)
Memberikan Penjelasan (3) Pembinaan
(2)
Pengawasan (4)
Diskusi
(c)
Manfaat
Permainan Sambung Suku
1)
meningkatkan keaktifan
belajar
2)
memberikan motivasi
belajar kepada siswa,
3)
melatih siswa untuk berani
mengungkapkan pendapat,
4)
melatih keterampilan
tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,
5)
memperoleh pemahaman
tentang suatu konsep atau prinsip
6)
menumbuhkan daya
kreatif siswa,
Tabel Format Penilaian Keterampilan Berbicara
No
|
Siswa
|
Aspek
Penilaian
|
Skor
|
Nilai
|
|||||||||||||||||||||||||||||
Lafal
dan
intonasi
|
Kosakata/diksi
|
Struktur/
gramatika
|
Isi
pembicaraan
|
Kelancaran
dan ketepatan
|
Pemahaman
|
||||||||||||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||
1
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
3
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
4
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
5
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
6
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
7
|
Cara
kerja
1)
Memberikan tanda cek (Ö)
pada kolom skala nilai yang dianggap cocok
2)
Pemberian skala nilai
yaitu berdasarkan skala 5, sesuai dengan kriteria penilaian metode bermain
teka-teki dalam pengujian kemampuan berbicara yaitu skala nilai 1 = sangat
tidak baik, 2 = tidak baik, 3 = agak baik, 4 = baik, 5 = sangat baik
Agar
penilaian masing-masing aspek keterampilan berbicara dengan metode bermain
teka-teki, dilaksanakan dengan teliti,
terpercaya, objektif maka dibuatlah deskrisi kriteria dari setiap aspek dengan
skala 5. Kriteria setiap aspek tersebut menurut Suhendar dan Pien Supinah (1997:22-23)
adalah sebagai berikut:
a)
Lafal
1 = jika
terdapat kesalahan fatal dan intonasi yang membuat tuturan siswa tidak seperti
tuturan bahasa Indonesia atau dipengaruhi oleh bahasa asing atau daerah.
2 = jika
terdapat 3 kesalahan lafal atau intonasi
3 = jika
terdapat 2 kesalahan lafal dan intonasi dalam tuturan siswa tetapi secara
keseluruhan masih dapat diterima
4 = jika
terdapat 1 kesalahan lafal dan intonasi dalam tuturan siswa namun sudah dapat
diterima
5 = lafal
setiap bunyi bahasa bersih, jelas, tidak ada pengaruh lafal bahasa asing atau
daerah
b)
Kosakata/diksi
1 = jika
terdapat 4 atau lebih penggunaan kata yang tidak tepat
2 = jika
terdapat 3 penggunaan kata yang tidak tepat
3 = jika
terdapat 2 penggunaan kata yang tidak tepat tetapi cukup baik hanya kurang
bervariasi
4 = jika
terdapat 1 penggunaan kata yang tidak tepat, tetapi tidak menganggu
5 = jika
semua penggunaan kata sudah tepat dan bervariasi, sesuai dengan situasi, dan
kondisi dan status pendengar sehingga tidak terdengar kejanggalan
c)
Struktur
bahasa/gramatika
1 = jika
terdapat 4 atau lebih struktur kalimat yang salah
2 = jika
terdapat 3 kesalahan struktur bahasa
3 = jika
terdapat 2 kesalahan struktur bahasa
4 = jika
terdapat 1 kesalahan struktur bahasa, tetapi penggunaan struktur bahasa secara
umum telah cermat
5 = jika penggunaan
struktur bahasa sudah cermat dan tidak ada lagi struktur kalimat yang salah
d)
Isi pembicaraan
1 = jika alur
ceritanya tidak jelas sehingga pendengar tidak mengerti dengan isi cerita yang
diucapkan
2 = jika alur
cerita yang diucapkan kurang jelas
3 = jika alur
cerita sudah jelas meski kurang runtun
4 = jika alur
cerita jelas dan runtun
5 = jika alur
cerita sangat baik dan runtun
e)
Kelancara dan ketepatan
1 = jika
terdapat 4 atau kesalahan bertutur karena terlalu banyak diam dan gugup
2 = jika
terdapat 3 kesalahan bertutur karena terlalu gugup dan umumnya pembicaraan
tersendat-sendat
3 = jika
terdapat 2 kesalahan karena gugup yang menyebabkan pembicaraan agak tersendat
tetapi cukup lancar meskipun kadang-kadang berhenti
4 = jika
terdapat 1 kesalahan bertutur karena gugup sehingga sedikit mempengaruhi
pembicaraan tetapi sudah dapat dikatakan lancar tetapi tanpa berhenti
5 = jika semua
pembicaraan sangat lancar dan komunikatif
f)
Pemahaman
1 = jika pendengar
tidak mampu memahami keseluruhan maksud cerita yang dituturkan
2 = jika pendengar
kurang mampu memahami topik sehingga apa yang diceritakan tidak jelas
3 = jika pendengar
cukup mampu memahami sebagian cerita walaupun masih banyak yang tidak paham
terhadap apa yang diceritakan
4 = jika pendengar
bisa memahami maksud tuturan meskipun masih ada sedikit yang masih paham
5 = jika
pendengar dapat memahami maksud keseluruhan tuturan tanpa kesulitan
Untuk mengubah skor
menjadi nilai ini Abdulrahman dan Elya Ratna (2003;262) mengatakan dapat
menggunakan rumus presentasi sebagai berikut:
Keterangan:
N = tingkat penguasaan
SM = skor yang diperoleh
SI =
skor yang harus tercapai dalam satu tes
Smax = skala yang
digunakan
Daftar Pustaka
Abdurrahman
dan Ellya Ratna. 2003. Eavaluasi Pembelajaran Bahasa” Buku Ajar. Padang: FBSS UNP.
Arief,
Ermawati dan Yarni Munaf. 2003. “Pengajaran Keterampilan Berbicara” Buku Ajar. Padang: FBSS UNP.
Arman,
Agung. 1989. “Laporan Program Pembelajaran Pendidikan Kader” (Materi Retorika).
Tidak Diterbitkan IKIP Gunungsari Baru Ujung Pandang: Ujung Pandang.
Bukian,
Putu Ardana. 2004. Metode Pengajaran Berbicara di Kelas VI Sekolah Dasar No.6
Bungkulan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Skripsi. (Tidak diterabitkan).
Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Darmasyah. 2010.
Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta: Bumi Aksara.
Djuwita,
Efriyeni. 2002. http://www.tabloid-nikita.com/artikel.php3.
Karolina,
Yoca. 2001. Strategi Guru dalam Mengajarkan Keterampilan Berbicara pada Siswa
SLTP di Singaraja. Skripsi. (Tidak diterbitkan). IKIP N Singaraja.
Mas’ud,
Lalu. 2005. Penerapan Pendekatan Komunikatif-Integratif dalam Pembelajaran
Keterampilan Berbicara II Suatu Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara.
(Mahasiswa Semester II Program Studi PBSID STKIP Hamzanwadi Selong Tahun
Akademik 2003/2004). Thesis. Singaraja. IKIP Negeri Singaraja. Program Pasca
Sarjana.
Sudjana,
Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suhendar
dan Pien Supinah. 1997. Pengajaran dan Ujian Keteram pilan Menyimak dan
Keterampilan Berbicara
SEMOGA BERMANFAAT :) :)
0 Response to "Belajar Bahasa Indonesia Sambil Bermain"
Post a Comment